Friday, January 30, 2015

Ilmu Tasawuf Ketuhanan



Untuk memenuhi sebagian permintaan bagi para pengunjung Blog Majelis Sulthon Aulia, atas taufik dan hidayah ilahi. Perkenankanlah kami menjabarkan tentang Ilmu Tasawuf atau Ilmu Ketuhanan ( Ilmu Mengenal Tuhan ) Ilmu ini di khususkan kepada yang betul-betul serius dan berminat mempelajari ilmu kebatinan islam.

Ilmu Ketuhanan adalah suatu ajaran kebatinan yang berabad-abad telah mewarnai kehidupan bangsa indonesia dan di dunia. Setelah saya melakukan penelitian yang cukup panjang dan kajian yang sangat  mendasar maka kami pun pada akhirnya jatuh pada di sebuah kesimpulan : “  Bahwa ilmu harus di sebar luaskan “ 

Semua ini kami lakukan karena mengingat sudah langkanya Ilmu Ketuhanan serta banyak peminat untuk mempelajari dan mendalaminya.  Berbicara tentang Ilmu Ketuhanan tidak bisa di lepaskan dari sejarah. Sebelum Rasulullah Saw di utus kepermukaan bumi dan keberadaan Ilmu tersebut sudah lebih dahulu ada.

Sebagaimana firman Allah Swt  : “ Dan tidaklah kami utus salah seorang rasul sebelummu, kecuali kami wahyukan kepadanya.  Sesungguhnya tidak ada Tuhan yang patut di sembah kecuali Aku, maka sembahlah Aku “ ( Surah Al-Anbiya : 25 ).

Saya pun menyadari pasti ada kalangan yang tentunya kurang sepaham dengan ajaran Ilmu Tasawuf Ketuhanan, akan tetapi di lain pihak tidak pula sedikit yang mengakui dan menerimanya. Bahwa ilmu mengenal Allah adalah ilmu kesempurnaan hidup, suatu ilmu rahasia  yang sangat yang mendalam, jarang orang bisa mengerti kecuali orang Alim atau orang yang di kehendaki yang mereka telah mendapatkan rahasia yang di warisinya dari ilmu para Nabi dan para Wali.

Berbicara mengenai Ilmu Tasawuf Ketuhanan hampir selalu di kaitkan dengan kata-kata Dzat Allah, Sifat Allah, Asma Allah, Af’al Allah, dan lain sebagainya. Apabila pengertian masing-masing itu kita tidak mengerti dan pahami maka pemahaman kita akan terkacaukan.  Oleh karenanya penting sekali mempersatukan pengertian dan paham secara singkat persoalan Ilmu Ketuhanan tersebut.
  
Tujuannya untuk mencari dan mengungkapkan kebenaran “ Kebenaran Adalah Satu ” sedang “ Yang Benar ” adalah banyak. Tetapi betapa pun di temukannya perbedaan dan pertentangan pendapat namun juga akan di temukan satu kesamaan, yang membahas obyek yang di permasalahkan secara menyeluruh dan memahami obyek itu sampai keakar-akarnya.

Setiap tokoh agama pada umumnya cenderung  mengambil kesimpulan masing-masing, walaupun istilahnya sama, tetapi akan menjadi lain bagi masing-masing ahli agama tujuan mereka bukan mencari ” Uniformitas ” atau kesatuan pandangan, tetapi sebaliknya “ Pluriformitas ” berbeda pandangan, dan justru inilah ciri-ciri pemahaman agama.
  
Di antara orang-orang yang membahas tentang Ilmu Zahir dan Ilmu Batin  tidak pernah di temukan dua orang yang sama pendapatnya. karena memang titik tolaknya lain. Hal ini tidak perlu di permasalahkan, sebab memang itu tidak perlu sama. 

Konsepsi dari pemikiran yang satu dapat di serang dengan konsepsi yang lain, tetapi tidak dapat di taklukkan seluruhnya, perbedaan pendapat justru di perlukan. sebab perbedaan pendapat adalah rahmat dan hal itu akan saling melengkapi satu dengan lainnya. Ilmu batin adalah ilmu laduni yang besifat nurani, pengetahuan ini tersembunyi, karena manusia pada umumnya tercurah perhatiaanya kepada yang lahir saja dan tidak memperhatikan yang batin.

Rasulullah  bersabda :  “  Sesungguhnya ada sebagian ilmu itu laksana mutiara yang tersembunyi, tak ada yang tahu kecuali orang alim “  ( Al-Hadist ). 

Adapun Ilmu itu terbagi pada dua bagian yaitu :  ilmu lahir dan ilmu batin. Adapun ilmu lahir yang menyangkut Syariat adalah suatu ilmu yang disebut dengan “  Ilmu Fiqih “.  Sedang yang menyangkut ilmu batin adalah suatu ilmu yang disebut dengan “ Ilmu Hakekat “ Dan kedua ilmu ini bersumber dari ajaran Rasulullah.

Rasululloh Saw menegaskan : “  Bahwa sewaktu Aku di miraj’kan oleh Allah Swt maka terucap 90.000 kata antara Allah dan Rasululloh. 30.000 kata yang berhubungan dengan dengan Ilmu Syariat. 30.000 kata yang berhubungan dengan Ilmu Tarekat dan 30.000 kata yang berhubunan dengan Ilmu  Hakekat. “

Adapun ilmu pengetahuan zhahir memiliki dua belas cabang, begitu pula dengan ilmu pengetahuan batin, lalu masing-masing cabang ini dibagi lagi diantaranya : untuk orang awam, untuk orang khusus dan untuk orang yang istimewa, hal ini sesuai dengan kadar tingkat keilmuannya. 

Secara umum ilmu pengetahuan tentang agama Islam terbagi menjadi empat macam : Pertama : ilmu Syariat : yang berisi perintah dan larangan. Kedua : ilmu batin syariat : yang di sebut ilmu Tarekat.  Ketiga : ilmu batin tarekat : yang disebut dengan ilmu hakikat dan keempat induk ilmu batin yang di sebut dengan Ilmu Marifat. 

Perlu di ketahui bahwa hal-hal yang menyangkut syariat dijelaskan dalam suatu ilmu yang di sebut Ilmu Fiqih dan yang bersangkut hal-hal batin hakekat dijelaskan dalam suatu ilmu yang disebut  Ilmu Tasawuf  kedua-duanya harus saling beiringan dan saling menguatkan. artinya tidak bisa terjadi zhahir tanpa ada batin, begitu juga sebaliknya tidak ada dorongan batin berarti tidak terjadi yang zhahir. 

Dalam persentuhan saya dengan agama Islam yang saya anut pernah mendapat sebuah pernyataan dalam Kitab Suci Al’Quran : “ Wa'fi anfusikum afala tubshirun “ ( Dan pada dirimu tidakkah kamu perhatikan ) dan pernyataan didalam Hadist “ Man arrofa nafsahu faqod arofa rabba” ( Siapa yang mengenal dirinya, niscaya dia mengenal Tuhannya ) 

Kemudian saya meresapi ajarannya dan memberi bekas dalam fikiran dan hati saya untuk lebih tahu tentang ilmu batin. Hingga suatu waktu menghantarkan saya menjelajahi kehidupan di beberapa daerah bertemu dan belajar dengan beberapa tokoh Agama, akhirnya saya pun mulai mengenal pengertian tentang ilmu-ilmu tersebut. Setelah saya mulai mampu belajar, saya semula hanya ingin menularkan ilmu saja karena ilmu memang ada tempatnya.

Pada zaman dahulu Ilmu Tasawuf Ketuhanan sangatlah di rahasiakan dan menjadi larangan oleh para Wali Allah kecuali kepada orang-orang tertentu saja yang boleh mempelajarinya.  Dan banyak anggapan buruk terhadap Ilmu tersebut sebagian mereka berkata : " Itu ajaran ilmunya wali bukan ilmunya orang awam seperti kita " 

Kepada mereka Allah berfirman : “ Orang yang besungguh-sungguh dijalan kami, kami akan berikan petunjuk semua jalan kami  “ ( QS.Al-Ankabut : 69 ) 

Itu adalah pendapat yang kurang tepat, pendapat yang mengatakan bahwa zaman sekarang tidak ada lagi yang mendapat “ Tingkat Kewalian “  beda dengan zaman dahulu.  Bagi Allah tidak ada kesulitan sedikit pun untuk menganugrahkan kewalian terhadap hambanya kapan saja dia mau, zaman dulu atau zaman sekarang sama saja, tetapi untuk memperoleh tingkat kewalian asal ada tekad, keseriusan, ketekunan, kesungguhan. 

Sebagaimana sabda Rasulullah :  “ Siapa yang menuntut sesuatu dengan kesungguhan dia pasti mendapat “ ( Al-Hadist ).

Berdasarkan kitab suci dan berdasarkan sejarah dalam kehidupan manusia dapat kita tarik kesimpulan bahwa perkembangan manusia terhadap pemahaman tentang Tuhan berblok-blogkan yang satu sama lainnya saling bertahan demi keyakinannya masing-masing, hal itu terbagi menjadi 3 pemahaman antara lain : 

1 . Pemahaman Pertama : Meyakini akan adanya Tuhan. Ini adalah blok agama, dari agama satu ke agama lainnya sering terjadi perdebatan yang pada prinsipnya saling membenarkan dan mempertahankan keyakinannya. Dari segi tata lahir agama ini atau agama itu dapat bersatu, namun secara batin mereka tidak dapat dikmpromikan.

2 . Pemahaman Kedua : Meyakini akan adanya Tuhan dengan rasio,  Ini adalah blok ahli fikir yang pada dasarnya pemikirannya bertindak pada rasio, yang tidak mudah begitu saja meyakini tanpa diukur oleh akalnya. Mungkin sekali mereka terbentur pada akalnya sendiri guna mencari jawaban sesuai alam fikirannya.

3 . Pemahaman  Ketiga : Sama sekali tidak meyakini akan adanya Tuhan.  ini adalah blok orang-orang yang sama sekali  tidak mengakui Tuhan, sesuai dengan haluan negaranya menampilkan cara berfikir dan kebudayaannya di bawah satu komando.

Sampai disini kita berfikir, Pertama: Di lihat dari kaca mata agama “ berdosakah “  mereka terhadap Tuhan ... ?.  Kedua :  Di lihat dari zaman orang-orang masih primitif. Yang hidup seperti burung kesana  kemari, tiada seutas pakaian sebagai pelindung badannya, tidurnya dilereng-lereng gunung dan gua dari lahir sampai mati mereka tidak menyembah Tuhan.

Selain di hadapkan kepada masalah mencari makan demi hidupnya !... Berdosakah mereka terhadap Tuhan ?... Mungkin sekali mereka tercengang bilamana mendengar nama Tuhan ? Siapa Tuhan, Tuhan itu apa, dimana Tuhan ?...  

Kembali apa yang kita sebut Tuhan atau Allah pada kenyataannya kebanyakan manusia hanya ikut-ikutan saja menyebutnya ...!  mengapa tidak... ? seandainya saya di lahirkan di negeri Cina saya akan menyebut sesuai bahasa orang tua saya “ Thiam ” (  God, Jenuva, Allah, Tuhan, Bramana ) dan sebagainya sesuai bahasa daerah masing-masing.

Ibarat manusia dengan Tuhan, manusia ciptaan dan Tuhan sang pencipta.didalam diri ciptaan ( Manusia ) terdapat juga pencipta ( Tuhan ) untuk memudahkan dalam pengertian, Saya ibaratkan manusia adalah setetes air, dan Tuhan adalah samudera yang luas tanpa batas. 

Setetes air berasal dari air yang terdapat di samudra yang luas tanpa batas itu, jadi air yang ada disamudera luas tanpa batas itu terdapat juga pada setetes air itu, dan setetes air itu akan kembali bersatu ke air samudera yang luas tanpa batas itu.

Itulah sebabnya mengapa dalam diri manusia selalu ada keinginan untuk mencari Tuhan, keinginan yang tak pernah padam untuk bertemu dengan Tuhan. untuk menjadi satu dengan Tuhan, tetapi Tuhan yang di cari-cari itu tidak dapat ditemukan, padahal Tuhan sendiri yang menciptakan alam semesta dengan  segala isinya, yang meresap kedalam seluruh ciptaan sampai kepada partikel pasir yang paling halus dan hanya kelalaian dan kebodohan manusia sajalah, maka manusia tidak dapat mengenalnya dan menemuinya. 

Rasulullah menegaskan : “ Awal agama mengenal Allah “ ( Al-Hadits ).  

Jadi orang yang mengenal itu adalah orang yang mengenal dan mengetahui rahasia sebenar-benarnya akan Zat Allah ( Dirinya Allah ). Sifat Allah ( Sifatnya Allah ). Asma Allah ( Namanya Allah )  dan af’al Allah ( Perbuatan Allah ) Dan sebagainya.  Jadi bukan cukup mengetahui namanya saja, dan tidak memperhatikan bahwa setiap ada nama sudah barang tentu pasti ada yang mempunyai nama.

Suatu fakta misalnya : “ Kita di beritahu dari seorang ayah/ibu, artinya bapak memberitahu bahwa alam ini ada yang menjadikan yakni ( Tuhan atau Allah ) dan karena anak ini mendapat didikan dari ayah/ibu, namun benar atau atau tidak si anak itu tidak memikirkan lagi, hanya dalam pengertian adanya kejadian langit dan bumi adanya Allah. 

Kemudian sang anak itu dewasa dan anak itu mempelajari kitab agama islam dan tidak pernah menyelidiki atas kebenaran kata-kata ayah/ibunya itu. Apakah cukup mengenal nama saja atau bertuhan huruf saja, dan tidak memperhatikan bahwa setiap ada nama sudah barang tentu pasti ada yang mempunyai nama “ 

Allah berfirman : “ Dan mengapa mereka tidak memikirkan kejadian diri mereka ? ..... Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan tujuan yang benar dan waktu yang telah di tentukan. Sesungguhya kebanyakan di antara manusia mengingkari untuk bertemu dengan Tuhannya “  ( QS. Ar-Rum  : 8 ) 

Dalam falsafah seandainya kita cinta kepada nama tetapi tidak mengenal rupanya adalah cinta itu buta, bahwa tidak mungkin kecintaan manusia terhadap Tuhannya jikalau hanya kenal dengan namanya saja, misalnya tiap-tiap ada nama orang tentu ada orang yang punya nama dan tidak mungkin nama orangnya ada dan yang punya nama tidak ada, maksud kami disini adalah jangan hanya mengenal namanya saja  dan sebagai manusia wajib mengenal kepada yang punya nama. 

Sabda Rasululloh : “ Siapa yang ingin menjumpai Allah, Allah pun ingin menjumpainya. Siapa yang tidak ingin menjumpai Allah, maka Allah pun tidak ada keinginan untuk menjumpainya "Al -Hadist )

Dalam hubungan ini sangatlah perlu bagi kita untuk mengetahui di manakah terlebih dahulu, awal atau cara dan jalan atau sumbernya untuk mengenal Tuhan ( Allah ). Sebaiknya di awali dan di mulai dengan mengenal diri, dan bilamana kita ingin mengenalnya dan mengetahuinya dengan kesempurnaan pengenalan maka terlebih dahulu kita perhatikan bahwa asalnya diri kita tidak ada dan menjadi ada dan yang ada akhirnya tidak ada pula. 

Pengenalan diri erat berhubungan kepada pengenalan kepada Allah, bila seseorang sudah mengenal Allah, barulah dia menyadari bahwa dia sendiri sebenarnya tidak mempunyai pengetahuan apa-apa. Jadi orang yang tidak kenal dengan dirinya dan tidak mengenal akan Tuhannya maka akan gelap dalam perjalanan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat dan tiada menentu arah haluan hidup orang tersebut.

Dan ketidaktahuan seseorang terhadap dirinya dan terhadap Tuhannya, bisa saja terjadi perbuatannya yang bertentangan dengan ajaran agama yang dianutnya, dan orang yang demikian soal meyakini dan kepercayaan kepada Tuhan adalah hal yang di anggap tidak begitu penting, mereka beranggapan adanya alam ini ada yang menciptakan yaitu Tuhan itu saja atau asal tahu Tuhan ada itu sudah cukup. Orang yang demikian mungkin saja dia sukses dalam hal kehidupan didunia dan lain sebagainya.  

Kepada mereka Allah berfirman :   “ Mereka mengetahui yang lahir tampak dari kehidupan didunia, sedangkan terhadap kehidupan akhirat mereka lalai “  ( QS. Ar-Rum : 7 )

Bila sesorang yang ingin menuntut Ilmu Tasawuf Ketuhanan, ada beberapa hal yang harus di perhatikan tidak bisa tidak dan harus menyadari sepenuhnya dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk, baik dalam pandangan ajaran Syariat maupun ajaran Tasawuf. Hal ini sebagai hijab antara Hamba dengan Tuhannya. sehingga apa di pelajarinya akan sulit baginya untuk mengamalkannya.

Di zaman sekarang pada umumnya kebanyakan orang yang baru belajar atau baru selangkah memasuki ajaran Ilmu Tasawuf tersebut sudah mengabaikan Ilmu Syara karena merasa ilmunya lebih tinggi, Dan sering juga terjadi bagi penuntut Ilmu Tasawuf yang sekaligus juga berusaha meninggalkan usaha hidup. Padahal dirinya sendiri sangat kekurangan dan keluarganya sangat memerlukan. 

Allah berirman : “ Seyogyanya carilah kebahagiaan akhirat pada apa yang Allah berikan untukmu, namun jangan lupa bagianmu di dunia “ ( QS. Al-Qoshosh : 77 )

Itu adalah cara berfikir yang kurang tepat dan orang yang bersifat demikian karena dangkalnya dalam memahami Ilmu tersebut, bagaimana pun juga pendapat dan pemikiran yang demikian tidak dapat di benarkan baik dari segi Ajaran Syariat maupun Ajaran Tasawuf itu sendiri. Satu hal yang tidak boleh dilupakan bahwa semakin tinggi tingkat ilmu seseorang, maka semakin tinggi pulalah tingkat ubudiyah dan ibadahnya. 

Syekh Al-Junaid bekata : “ Orang yang tidak mau beribadah dan tidak mau berusaha dengan unsur kesengajaan adalah lebih berat dosanya dari berzina dan mencuri “ 

Ilmu Tasawuf adalah ilmu tingkat tinggi, tetapi bukan berarti semau-maunya meninggalkan, meniadakan atau mengugurkan Ilmu Syara yang berlaku, adapun Syariat, Tarekat, Hakekat adalah bersatu dalam Marifat, dan apabila salah satunya digugurkan maka bukanlah Marifat yang benar. 

Imam Syafi'i Ra berkata :  " Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari Ilmu Fiqih ( Syariat ) dan juga menjalani Tasawuf dan janganlah engkau hanya mengambil salah satunya. Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu, Orang yang hanya mempelajari Ilmu Fiqih tapi tidak mau menjalani Tasawuf maka hatinya tidak dapat merasakan kelezatan taqwa.  Sedangkan orang yang hanya menjalanin Tasawuf tapi tidak mau mempelajari Ilmu Fiqih maka bagaimana ia bisa menjadi baik "

Mempelajari Ilmu Tasawuf sebaiknya dari sumber yang asli yaitu yang ilmunya dari silsilah keilmuan yang jelas akan terjamin keasliannya.  Dan sudah menjadi kebiasaan atau  keharusan menuntut ilmu ini melalui seorang guru karena banyak hal-hal yang menjadi rahasia, ungkapan, rumus dan isyarah didalam ilmu tersebut yang harus di mengerti dan di pahami dengan sebenar-benarnya.
   
Rahasia kunci iImu Tasawuf tidak akan  di dapat, maupun dipelajari lewat bangku universitas, buku-buku tasawuf, media cetak atau media eletronik, karena ilmu rahasia tidak bisa di dapat lewat sarana tersebut, Andaipun dapat bukan yang sebenarnya melainkan hanya kulitnya saja bukan isi yang sebenarnya, lain halnya dengan pelajaran Ilmu Syariat, bisa di dapat melalui hal-hal tersebut.  

Seandainya mempelajari sendiri tanpa bimbingan guru pasti akan salah pengertian yang akibatnya akan menyesatkan dan berakibat bahaya bagi penuntutnya, seorang guru bukan pasti bisa mengantar muridnya untuk dapat memiliki ilmu kesempurnaan kepada Allah, guru hanya sekedar menunjukkan jalan yang haq dan yang batil, seorang guru memberi pengertian dan pemahaman yang sebenarnya, namun kesemua itu tergantung kepada yang menuntut ilmu tersebut. 

Dari uraian-uraian yang di atas, ada satu hal yang sangat penting adalah bilamana ada kemungkinan reaksi yang di timbulkan oleh kesalahpahaman cara meresapi isi keterangan yang saya sampaikan di atas.  Pertama sekali kalau kupasan dalam Blog ini di anggap sebagai paksaan untuk meyakini isi seluruhnya. 

Maksud saya dengan terus terang hanya sekedar mengupas kepada proposi yang sebenar-benarnya dan bukan menjabarkan sesuatu ilmu yang kelihatan baru. yang sebenarnya sudah ada. Adapun kunci untuk mengetahui atau menggali Ilmu Tasawuf tersebut terletak pada akal dan rasio kita.

Bagaimana pun kita tetap buta hati, apabila akal tidak kita gunakan untuk menggali suatu yang haq dan menjadi kebenaran atau dalil-dalil tersebut yang makna dan isinya sebagai lambang dan perumpamaan. 

Sebagaimana Firman Allah : “ Perumpamaan-perumpamaan itu kami lukiskan untuk manusia, tetapi tidak ada yang paham akan maksudnya, melainkan orang-orang yang pintar, berilmu banyak pengetahuannya " ( Al-Ankabut : 43 ). 

Imam Al-Ghazali menegaskan : “  Ilmu rahasia itu ada hubungannya kepada kepentingan agama. Semua rahasia-rahasia itu tidak terlepas dari kepentingan untuk agama di dasarkan itulah maka tidak ada alasan untuk melarang melahirkannya kepada memang yang ahlinya “

Sebagai penuntut Ilmu Tasawuf sebaiknya memiliki kecerdasan untuk dapat memahami permasalahan dan ada minat yang serius untuk mendalami ilmu kebatinan, dan sudah barang tentu mereka harus mengerti mana yang baik dan mana yang buruk. 

Sebaiknya mereka yang berusia dewasa dapat diperkirakan mampu untuk memahami segala apa yang diajarkan. Sebagai orang islam yang dewasa dan sudah barang tentu dan mengerti Dua Kalimah Syahadat, Sholat, Puasa dan sebagainya yang mereka kerjakan dan laksanakan. 

Kita tidak mungkin mendapatkan atau merasakan nikmatnya akan ajaran agama bila kita tidak memperaktekan apa yang telah kita pelajari, dan tidak mencari lebih dalam lagi di dalam diri kita, kalau hanya membaca dan menghafal saja, kita tak ubahnya sama dengan burung Beo, burung Beo pun dapat hapal dan pandai bicara tanpa mengerti arti dan tujuannya sehingga ajaran agama yang di anutnya tidak akan dapat menyelamatkan kita di dunia dan di akhirat.

Ilmu Tasawuf tidaklah mungkin di berikan kepada seseorang meskipun sudah cukup usia tetapi sikapnya terlihat ciri-ciri kebodohan atau bebal, kepada anak-anak di bawah umur, tidak mengerti sama sekali ilmu syariat, belajar hanya ilmu ikut-ikutan, hanya ingin tahu saja, hanya mau di bilang ilmunya tinggi, hanya untuk pamer ilmu, hanya untuk membanggakan diri

Semoga isi dan makna dalam uraian di atas apabila kebetulan terdapat persamaan pemikiran, saya bersyukur bahwa pemikiran itu setidak-tidaknya menambah keyakinan dan iman.  Maksud saya tidak lain untuk kesempurnaan hidup manusia dan keselamatan di dunia dan di akhirat  kelak serta memperluas jangkauan dan wawasan Ilmu Tasawuf, dengan ajaran ilmu mengenal Allah akan membawa manusia kepangkal asalnya untuk menemukan kebahagiaan yang sebenar-benarnya.