Untuk memenuhi sebagian
permintaan bagi para pengunjung Blog Majelis Sulthon Aulia, atas taufik dan hidayah
ilahi. Perkenankanlah kami menjabarkan tentang Ilmu Tasawuf atau Ilmu Ketuhanan
( Ilmu Mengenal Tuhan ) Ilmu ini di khususkan kepada yang betul-betul serius
dan berminat mempelajari ilmu kebatinan islam.
Ilmu Ketuhanan adalah
suatu ajaran kebatinan yang berabad-abad telah mewarnai kehidupan bangsa
indonesia dan di dunia. Setelah saya melakukan penelitian yang cukup
panjang dan kajian yang sangat mendasar maka kami pun pada akhirnya jatuh
pada di sebuah kesimpulan : “ Bahwa ilmu harus di sebar luaskan “
Semua ini kami lakukan
karena mengingat sudah langkanya Ilmu Ketuhanan serta banyak peminat untuk
mempelajari dan mendalaminya. Berbicara tentang Ilmu Ketuhanan tidak bisa
di lepaskan dari sejarah. Sebelum Rasulullah Saw di utus kepermukaan bumi dan
keberadaan Ilmu tersebut sudah lebih dahulu ada.
Sebagaimana firman Allah
Swt : “ Dan tidaklah kami utus salah seorang rasul
sebelummu, kecuali kami wahyukan kepadanya. Sesungguhnya tidak ada Tuhan
yang patut di sembah kecuali Aku, maka sembahlah Aku “ ( Surah
Al-Anbiya : 25 ).
Saya pun menyadari pasti
ada kalangan yang tentunya kurang sepaham dengan ajaran Ilmu Tasawuf Ketuhanan,
akan tetapi di lain pihak tidak pula sedikit yang mengakui dan menerimanya.
Bahwa ilmu mengenal Allah adalah ilmu kesempurnaan hidup, suatu ilmu
rahasia yang sangat yang mendalam, jarang orang bisa mengerti kecuali
orang Alim atau orang yang di kehendaki yang mereka telah mendapatkan rahasia
yang di warisinya dari ilmu para Nabi dan para Wali.
Berbicara mengenai Ilmu
Tasawuf Ketuhanan hampir selalu di kaitkan dengan kata-kata Dzat Allah, Sifat
Allah, Asma Allah, Af’al Allah, dan lain sebagainya. Apabila pengertian
masing-masing itu kita tidak mengerti dan pahami maka pemahaman kita akan
terkacaukan. Oleh karenanya penting sekali mempersatukan pengertian dan
paham secara singkat persoalan Ilmu Ketuhanan tersebut.
Tujuannya untuk mencari
dan mengungkapkan kebenaran “ Kebenaran
Adalah Satu ” sedang “ Yang
Benar ” adalah banyak. Tetapi betapa pun di temukannya perbedaan
dan pertentangan pendapat namun juga akan di temukan satu kesamaan, yang
membahas obyek yang di permasalahkan secara menyeluruh dan memahami obyek itu
sampai keakar-akarnya.
Setiap tokoh agama pada
umumnya cenderung mengambil kesimpulan masing-masing, walaupun istilahnya
sama, tetapi akan menjadi lain bagi masing-masing ahli agama tujuan mereka
bukan mencari ” Uniformitas ”
atau kesatuan pandangan, tetapi sebaliknya “ Pluriformitas ” berbeda pandangan, dan justru inilah
ciri-ciri pemahaman agama.
Di antara orang-orang yang
membahas tentang Ilmu Zahir dan Ilmu Batin tidak pernah di temukan dua
orang yang sama pendapatnya. karena memang titik tolaknya lain. Hal ini tidak
perlu di permasalahkan, sebab memang itu tidak perlu sama.
Konsepsi dari pemikiran
yang satu dapat di serang dengan konsepsi yang lain, tetapi tidak dapat di taklukkan
seluruhnya, perbedaan pendapat justru di perlukan. sebab perbedaan pendapat
adalah rahmat dan hal itu akan saling melengkapi satu dengan lainnya. Ilmu batin adalah ilmu
laduni yang besifat nurani, pengetahuan ini tersembunyi, karena manusia pada
umumnya tercurah perhatiaanya kepada yang lahir saja dan tidak memperhatikan
yang batin.
Rasulullah bersabda : “ Sesungguhnya ada sebagian ilmu itu
laksana mutiara yang tersembunyi, tak ada yang tahu kecuali orang alim “
( Al-Hadist ).
Adapun Ilmu itu terbagi
pada dua bagian yaitu : ilmu lahir dan ilmu batin. Adapun ilmu lahir yang
menyangkut Syariat adalah suatu ilmu yang disebut dengan “ Ilmu Fiqih “. Sedang yang
menyangkut ilmu batin adalah suatu ilmu yang disebut dengan “ Ilmu Hakekat “ Dan kedua ilmu
ini bersumber dari ajaran Rasulullah.
Rasululloh Saw menegaskan
: “ Bahwa sewaktu Aku di miraj’kan oleh Allah Swt maka terucap 90.000
kata antara Allah dan Rasululloh. 30.000 kata yang berhubungan dengan dengan
Ilmu Syariat. 30.000 kata yang berhubungan dengan Ilmu Tarekat dan 30.000 kata
yang berhubunan dengan Ilmu Hakekat. “
Adapun ilmu pengetahuan
zhahir memiliki dua belas cabang, begitu pula dengan ilmu pengetahuan batin,
lalu masing-masing cabang ini dibagi lagi diantaranya : untuk orang awam, untuk
orang khusus dan untuk orang yang istimewa, hal ini sesuai dengan kadar tingkat
keilmuannya.
Secara umum ilmu
pengetahuan tentang agama Islam terbagi menjadi empat macam : Pertama : ilmu Syariat : yang
berisi perintah dan larangan. Kedua :
ilmu batin syariat : yang di sebut ilmu Tarekat. Ketiga : ilmu batin tarekat :
yang disebut dengan ilmu hakikat dan keempat induk ilmu batin yang di sebut
dengan Ilmu Marifat.
Perlu di ketahui bahwa
hal-hal yang menyangkut syariat dijelaskan dalam suatu ilmu yang di sebut Ilmu Fiqih dan yang bersangkut
hal-hal batin hakekat dijelaskan dalam suatu ilmu yang disebut Ilmu Tasawuf kedua-duanya harus
saling beiringan dan saling menguatkan. artinya tidak bisa terjadi zhahir tanpa
ada batin, begitu juga sebaliknya tidak ada dorongan batin berarti tidak
terjadi yang zhahir.
Dalam persentuhan saya
dengan agama Islam yang saya anut pernah mendapat sebuah pernyataan
dalam Kitab Suci Al’Quran : “ Wa'fi anfusikum afala tubshirun “ ( Dan pada dirimu
tidakkah kamu perhatikan ) dan pernyataan didalam Hadist “ Man arrofa nafsahu faqod arofa rabba” ( Siapa
yang mengenal dirinya, niscaya dia mengenal Tuhannya )
Kemudian saya meresapi
ajarannya dan memberi bekas dalam fikiran dan hati saya untuk lebih tahu
tentang ilmu batin. Hingga suatu waktu menghantarkan saya menjelajahi kehidupan
di beberapa daerah bertemu dan belajar dengan beberapa tokoh Agama, akhirnya
saya pun mulai mengenal pengertian tentang ilmu-ilmu tersebut. Setelah saya
mulai mampu belajar, saya semula hanya ingin menularkan ilmu saja karena ilmu
memang ada tempatnya.
Pada zaman dahulu
Ilmu Tasawuf Ketuhanan sangatlah di rahasiakan dan menjadi larangan
oleh para Wali Allah kecuali kepada orang-orang tertentu saja yang boleh
mempelajarinya. Dan banyak anggapan buruk terhadap Ilmu tersebut
sebagian mereka berkata : " Itu ajaran ilmunya wali bukan ilmunya orang
awam seperti kita "
Kepada mereka Allah
berfirman : “ Orang yang
besungguh-sungguh dijalan kami, kami akan berikan petunjuk semua jalan
kami “ ( QS.Al-Ankabut : 69 )
Itu adalah pendapat yang
kurang tepat, pendapat yang mengatakan bahwa zaman sekarang tidak ada lagi yang
mendapat “ Tingkat Kewalian “
beda dengan zaman dahulu. Bagi Allah tidak ada kesulitan sedikit pun
untuk menganugrahkan kewalian terhadap hambanya kapan saja dia mau, zaman dulu
atau zaman sekarang sama saja, tetapi untuk memperoleh tingkat kewalian asal
ada tekad, keseriusan, ketekunan, kesungguhan.
Sebagaimana sabda
Rasulullah : “ Siapa
yang menuntut sesuatu dengan kesungguhan dia pasti mendapat “ (
Al-Hadist ).
Berdasarkan kitab suci dan
berdasarkan sejarah dalam kehidupan manusia dapat kita tarik kesimpulan bahwa
perkembangan manusia terhadap pemahaman tentang Tuhan berblok-blogkan yang satu
sama lainnya saling bertahan demi keyakinannya masing-masing, hal itu
terbagi menjadi 3 pemahaman antara lain :
1 . Pemahaman Pertama :
Meyakini akan adanya Tuhan. Ini adalah blok agama, dari agama satu ke agama
lainnya sering terjadi perdebatan yang pada prinsipnya saling membenarkan dan
mempertahankan keyakinannya. Dari segi tata lahir agama ini atau agama itu
dapat bersatu, namun secara batin mereka tidak dapat dikmpromikan.
2 . Pemahaman Kedua :
Meyakini akan adanya Tuhan dengan rasio, Ini adalah blok ahli
fikir yang pada dasarnya pemikirannya bertindak pada rasio, yang tidak mudah
begitu saja meyakini tanpa diukur oleh akalnya. Mungkin sekali mereka terbentur
pada akalnya sendiri guna mencari jawaban sesuai alam fikirannya.
3 . Pemahaman Ketiga
: Sama sekali tidak meyakini akan adanya Tuhan. ini adalah
blok orang-orang yang sama sekali tidak mengakui Tuhan, sesuai dengan
haluan negaranya menampilkan cara berfikir dan kebudayaannya di bawah satu
komando.
Sampai disini kita
berfikir, Pertama: Di lihat dari kaca mata agama “ berdosakah “
mereka terhadap Tuhan ... ?. Kedua : Di lihat dari zaman
orang-orang masih primitif. Yang hidup seperti burung kesana kemari,
tiada seutas pakaian sebagai pelindung badannya, tidurnya dilereng-lereng
gunung dan gua dari lahir sampai mati mereka tidak menyembah Tuhan.
Selain di hadapkan kepada
masalah mencari makan demi hidupnya !... Berdosakah mereka terhadap Tuhan ?...
Mungkin sekali mereka tercengang bilamana mendengar nama Tuhan ? Siapa Tuhan,
Tuhan itu apa, dimana Tuhan ?...
Kembali apa yang kita
sebut Tuhan atau Allah pada kenyataannya kebanyakan manusia hanya ikut-ikutan
saja menyebutnya ...! mengapa tidak... ? seandainya saya di lahirkan
di negeri Cina saya akan menyebut sesuai bahasa orang tua saya “ Thiam ” ( God, Jenuva, Allah, Tuhan, Bramana )
dan sebagainya sesuai bahasa daerah masing-masing.
Ibarat manusia dengan
Tuhan, manusia ciptaan dan Tuhan sang pencipta.didalam diri ciptaan ( Manusia )
terdapat juga pencipta ( Tuhan ) untuk memudahkan dalam pengertian, Saya
ibaratkan manusia adalah setetes air, dan Tuhan adalah samudera yang luas tanpa
batas.
Setetes air berasal dari
air yang terdapat di samudra yang luas tanpa batas itu, jadi air yang ada
disamudera luas tanpa batas itu terdapat juga pada setetes air itu, dan setetes
air itu akan kembali bersatu ke air samudera yang luas tanpa batas itu.
Itulah sebabnya mengapa
dalam diri manusia selalu ada keinginan untuk mencari Tuhan, keinginan yang tak
pernah padam untuk bertemu dengan Tuhan. untuk menjadi satu dengan Tuhan,
tetapi Tuhan yang di cari-cari itu tidak dapat ditemukan, padahal Tuhan sendiri
yang menciptakan alam semesta dengan segala isinya, yang meresap kedalam
seluruh ciptaan sampai kepada partikel pasir yang paling halus dan hanya
kelalaian dan kebodohan manusia sajalah, maka manusia tidak dapat mengenalnya
dan menemuinya.
Rasulullah menegaskan
: “ Awal agama mengenal Allah “ (
Al-Hadits ).
Jadi orang yang mengenal
itu adalah orang yang mengenal dan mengetahui rahasia sebenar-benarnya akan Zat
Allah ( Dirinya Allah ). Sifat Allah ( Sifatnya Allah ). Asma Allah ( Namanya
Allah ) dan af’al Allah ( Perbuatan Allah ) Dan sebagainya. Jadi
bukan cukup mengetahui namanya saja, dan tidak memperhatikan bahwa setiap ada
nama sudah barang tentu pasti ada yang mempunyai nama.
Suatu fakta misalnya : “
Kita di beritahu dari seorang ayah/ibu, artinya bapak memberitahu bahwa alam
ini ada yang menjadikan yakni ( Tuhan atau Allah ) dan karena anak ini mendapat
didikan dari ayah/ibu, namun benar atau atau tidak si anak itu tidak memikirkan
lagi, hanya dalam pengertian adanya kejadian langit dan bumi adanya
Allah.
Kemudian sang anak itu
dewasa dan anak itu mempelajari kitab agama islam dan tidak pernah menyelidiki
atas kebenaran kata-kata ayah/ibunya itu. Apakah cukup mengenal nama saja atau
bertuhan huruf saja, dan tidak memperhatikan bahwa setiap ada nama sudah barang
tentu pasti ada yang mempunyai nama “
Allah berfirman : “ Dan mengapa mereka tidak memikirkan
kejadian diri mereka ? ..... Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa
yang ada diantara keduanya melainkan dengan tujuan yang benar dan waktu yang
telah di tentukan. Sesungguhya kebanyakan di antara manusia mengingkari untuk
bertemu dengan Tuhannya “ ( QS. Ar-Rum : 8 )
Dalam falsafah seandainya
kita cinta kepada nama tetapi tidak mengenal rupanya adalah cinta itu buta,
bahwa tidak mungkin kecintaan manusia terhadap Tuhannya jikalau hanya kenal
dengan namanya saja, misalnya tiap-tiap ada nama orang tentu ada orang yang
punya nama dan tidak mungkin nama orangnya ada dan yang punya nama tidak ada,
maksud kami disini adalah jangan hanya mengenal namanya saja dan sebagai
manusia wajib mengenal kepada yang punya nama.
Sabda Rasululloh : “ Siapa yang ingin menjumpai Allah,
Allah pun ingin menjumpainya. Siapa yang tidak ingin menjumpai Allah, maka
Allah pun tidak ada keinginan untuk menjumpainya " ( Al
-Hadist )
Dalam hubungan ini
sangatlah perlu bagi kita untuk mengetahui di manakah terlebih dahulu, awal
atau cara dan jalan atau sumbernya untuk mengenal Tuhan ( Allah ). Sebaiknya di
awali dan di mulai dengan mengenal diri, dan bilamana kita ingin mengenalnya
dan mengetahuinya dengan kesempurnaan pengenalan maka terlebih dahulu kita
perhatikan bahwa asalnya diri kita tidak ada dan menjadi ada dan yang ada
akhirnya tidak ada pula.
Pengenalan diri erat
berhubungan kepada pengenalan kepada Allah, bila seseorang sudah mengenal
Allah, barulah dia menyadari bahwa dia sendiri sebenarnya tidak mempunyai
pengetahuan apa-apa. Jadi orang yang tidak kenal dengan dirinya dan tidak
mengenal akan Tuhannya maka akan gelap dalam perjalanan hidupnya baik di dunia
maupun di akhirat dan tiada menentu arah haluan hidup orang tersebut.
Dan ketidaktahuan
seseorang terhadap dirinya dan terhadap Tuhannya, bisa saja terjadi
perbuatannya yang bertentangan dengan ajaran agama yang dianutnya, dan orang
yang demikian soal meyakini dan kepercayaan kepada Tuhan adalah hal yang
di anggap tidak begitu penting, mereka beranggapan adanya alam ini ada yang
menciptakan yaitu Tuhan itu saja atau asal tahu Tuhan ada itu sudah cukup.
Orang yang demikian mungkin saja dia sukses dalam hal kehidupan didunia dan
lain sebagainya.
Kepada mereka Allah
berfirman : “ Mereka mengetahui yang lahir tampak dari
kehidupan didunia, sedangkan terhadap kehidupan akhirat mereka lalai “ (
QS. Ar-Rum : 7 )
Bila sesorang yang ingin
menuntut Ilmu Tasawuf Ketuhanan, ada beberapa hal yang harus di perhatikan
tidak bisa tidak dan harus menyadari sepenuhnya dan meninggalkan
kebiasaan-kebiasaan buruk, baik dalam pandangan ajaran Syariat maupun ajaran
Tasawuf. Hal ini sebagai hijab antara Hamba dengan Tuhannya. sehingga apa di pelajarinya
akan sulit baginya untuk mengamalkannya.
Di zaman sekarang pada
umumnya kebanyakan orang yang baru belajar atau baru selangkah memasuki ajaran
Ilmu Tasawuf tersebut sudah mengabaikan Ilmu Syara karena merasa ilmunya lebih
tinggi, Dan sering juga terjadi bagi penuntut Ilmu Tasawuf yang sekaligus juga
berusaha meninggalkan usaha hidup. Padahal dirinya sendiri sangat kekurangan
dan keluarganya sangat memerlukan.
Allah berirman : “ Seyogyanya carilah kebahagiaan akhirat
pada apa yang Allah berikan untukmu, namun jangan lupa bagianmu di dunia “ (
QS. Al-Qoshosh : 77 )
Itu adalah cara berfikir
yang kurang tepat dan orang yang bersifat demikian karena dangkalnya dalam
memahami Ilmu tersebut, bagaimana pun juga pendapat dan pemikiran yang demikian
tidak dapat di benarkan baik dari segi Ajaran Syariat maupun Ajaran Tasawuf itu
sendiri. Satu hal yang tidak boleh dilupakan bahwa semakin tinggi tingkat ilmu
seseorang, maka semakin tinggi pulalah tingkat ubudiyah dan ibadahnya.
Syekh Al-Junaid bekata : “ Orang yang tidak mau beribadah dan
tidak mau berusaha dengan unsur kesengajaan adalah lebih berat dosanya dari
berzina dan mencuri “
Ilmu Tasawuf adalah ilmu
tingkat tinggi, tetapi bukan berarti semau-maunya meninggalkan, meniadakan atau
mengugurkan Ilmu Syara yang berlaku, adapun Syariat, Tarekat, Hakekat adalah
bersatu dalam Marifat, dan apabila salah satunya digugurkan maka bukanlah
Marifat yang benar.
Imam Syafi'i Ra berkata
: " Berusahalah engkau
menjadi seorang yang mempelajari Ilmu Fiqih ( Syariat ) dan juga menjalani
Tasawuf dan janganlah engkau hanya mengambil salah satunya. Sesungguhnya demi
Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu, Orang yang hanya
mempelajari Ilmu Fiqih tapi tidak mau menjalani Tasawuf maka hatinya tidak
dapat merasakan kelezatan taqwa. Sedangkan
orang yang hanya menjalanin Tasawuf tapi tidak mau mempelajari Ilmu Fiqih maka
bagaimana ia bisa menjadi baik "
Mempelajari Ilmu Tasawuf
sebaiknya dari sumber yang asli yaitu yang ilmunya dari silsilah keilmuan yang
jelas akan terjamin keasliannya. Dan sudah menjadi kebiasaan atau
keharusan menuntut ilmu ini melalui seorang guru karena banyak hal-hal
yang menjadi rahasia, ungkapan, rumus dan isyarah didalam ilmu tersebut yang
harus di mengerti dan di pahami dengan sebenar-benarnya.
Rahasia kunci iImu Tasawuf
tidak akan di dapat, maupun dipelajari
lewat bangku universitas, buku-buku tasawuf, media cetak atau media eletronik,
karena ilmu rahasia tidak bisa di dapat lewat sarana tersebut, Andaipun dapat
bukan yang sebenarnya melainkan hanya kulitnya saja bukan isi yang sebenarnya,
lain halnya dengan pelajaran Ilmu Syariat, bisa di dapat melalui hal-hal
tersebut.
Seandainya mempelajari
sendiri tanpa bimbingan guru pasti akan salah pengertian yang akibatnya akan
menyesatkan dan berakibat bahaya bagi penuntutnya, seorang guru bukan pasti
bisa mengantar muridnya untuk dapat memiliki ilmu kesempurnaan kepada Allah,
guru hanya sekedar menunjukkan jalan yang haq dan yang batil, seorang guru
memberi pengertian dan pemahaman yang sebenarnya, namun kesemua itu tergantung
kepada yang menuntut ilmu tersebut.
Dari uraian-uraian yang di
atas, ada satu hal yang sangat penting adalah bilamana ada kemungkinan reaksi
yang di timbulkan oleh kesalahpahaman cara meresapi isi keterangan yang saya
sampaikan di atas. Pertama sekali kalau kupasan dalam Blog ini di anggap
sebagai paksaan untuk meyakini isi seluruhnya.
Maksud saya dengan terus
terang hanya sekedar mengupas kepada
proposi yang sebenar-benarnya dan bukan menjabarkan sesuatu
ilmu yang kelihatan baru. yang sebenarnya sudah ada. Adapun kunci untuk
mengetahui atau menggali Ilmu Tasawuf tersebut terletak pada akal dan rasio
kita.
Bagaimana pun kita tetap
buta hati, apabila akal tidak kita gunakan untuk menggali suatu yang haq dan
menjadi kebenaran atau dalil-dalil tersebut yang makna dan isinya sebagai
lambang dan perumpamaan.
Sebagaimana Firman Allah : “ Perumpamaan-perumpamaan itu kami lukiskan
untuk manusia, tetapi tidak ada yang paham akan maksudnya, melainkan orang-orang
yang pintar, berilmu banyak pengetahuannya " (
Al-Ankabut : 43 ).
Imam Al-Ghazali menegaskan
: “ Ilmu rahasia itu ada
hubungannya kepada kepentingan agama. Semua rahasia-rahasia itu tidak terlepas
dari kepentingan untuk agama di dasarkan itulah maka tidak ada alasan untuk
melarang melahirkannya kepada memang yang ahlinya “
Sebagai penuntut Ilmu
Tasawuf sebaiknya memiliki kecerdasan untuk dapat memahami permasalahan dan ada
minat yang serius untuk mendalami ilmu kebatinan, dan sudah barang tentu mereka
harus mengerti mana yang baik dan mana yang buruk.
Sebaiknya mereka yang
berusia dewasa dapat diperkirakan mampu untuk memahami segala apa yang
diajarkan. Sebagai orang islam yang dewasa dan sudah barang tentu dan mengerti
Dua Kalimah Syahadat, Sholat, Puasa dan sebagainya yang mereka kerjakan dan
laksanakan.
Kita tidak mungkin
mendapatkan atau merasakan nikmatnya akan ajaran agama bila kita tidak
memperaktekan apa yang telah kita pelajari, dan tidak mencari lebih dalam lagi
di dalam diri kita, kalau hanya membaca dan menghafal saja, kita tak ubahnya
sama dengan burung Beo, burung Beo pun dapat hapal dan pandai bicara tanpa
mengerti arti dan tujuannya sehingga ajaran agama yang di anutnya tidak akan
dapat menyelamatkan kita di dunia dan di akhirat.
Ilmu Tasawuf tidaklah
mungkin di berikan kepada seseorang meskipun sudah cukup usia tetapi sikapnya
terlihat ciri-ciri kebodohan atau bebal, kepada anak-anak di bawah umur, tidak
mengerti sama sekali ilmu syariat, belajar hanya ilmu ikut-ikutan, hanya ingin
tahu saja, hanya mau di bilang ilmunya tinggi, hanya untuk pamer ilmu, hanya
untuk membanggakan diri
Semoga isi dan makna dalam
uraian di atas apabila kebetulan terdapat persamaan pemikiran, saya bersyukur
bahwa pemikiran itu setidak-tidaknya menambah keyakinan dan
iman. Maksud saya tidak lain untuk kesempurnaan hidup manusia dan
keselamatan di dunia dan di akhirat kelak serta memperluas jangkauan dan
wawasan Ilmu Tasawuf, dengan ajaran ilmu mengenal Allah akan membawa manusia
kepangkal asalnya untuk menemukan kebahagiaan yang sebenar-benarnya.